Senin, 10 September 2018

Dua Tahun Bungkam, Obama Akhirnya Buka Suara Soal Trump


Mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama akhirnya buka suara untuk pertama kalinya setelah dua tahun lebih memilih bungkam, Barack Obama secara terang-terangan mengkritik keras Presiden Donald Trump di hadapan publik. Padahal sebelumnya Obama hanya menyindir Trump secara implisit, tidak secara terbuka seperti yang sekarang Obama lakukan.

Presiden Barack Obama dalam pernyataannya, mendesak massa Partai Demokrat untuk mencegah berlanjutnya "penyalahgunaan kekuasaan" oleh pemerintah Trump. Ia meminta partainya itu berjuang keras mengembalikan rasa kewarasan politik AS. Caranya dengan memberikan suara dalam pemilihan 6 November 2018 nanti, saat pemilu sela berlangsung.
Kritik ini disampaikan Obama dalam pidato di University of lllinois di Urbana-Champaign pada Sabtu 8 September 2018. Menurut Obama, saat ini rakyat AS hidup dalam periode yang berbahaya. Obama menuduh sepak terjang Partai Republik sedang mengancam demokrasi, memecah belah, dan merusak aliansi global.


"Dalam dua bulan ke depan kita memiliki kesempatan, tapi bukan kepastian. Ini kesempatan untuk mengembalikan kewarasan politik kita. Sebenarnya hanya ada satu kali koreksi terhadap kebijakan yang buruk dan penyalahgunaan kekuasaan, dan itu adalah Anda dan suara Anda," tegas Obama.

Obama mengkritik keras sikap tak peduli publik terhadap kesempatan untuk mengubah kondisi saat ini. Ia mendesak agar publik mengambil peran.

"Pada akhirnya, ancaman terhadap demokrasi kita tidak hanya datang dari Donald Trump atau kelompok Republik. Tapi sebenarnya ancaman terbesar bagi demokrasi kita adalah ketidakpedulian kita. Ancaman terbesar bagi demokrasi kita adalah sinisme," kata Obama.

Obama menegaskan Trump telah mengeksploitasi ketakutan budaya dan kemarahan ekonomi yang tumbuh dalam beberapa tahun terakhir di tengah masyarakat. Namun, Obama mengatakan bahwa Trump bukan penyebab, ia hanya sebua gejala dari sebuah fenomena dan pihak yang memanfaatkan kondisi ini.

"Masalah ini tidak bermula dengan Donald Trump. Dia adalah gejala, bukan penyebabnya. Dia hanya memanfaatkan kebencian yang telah mengaburkan politisi selama bertahun-tahun," kata Obama.

Selama ini Obama cenderung memilih diam menyikapi berbagai kontroversi yang mengiringi kepemimpinan Trump selam dua tahun lebih. Padahal sejumlah petinggi partai Demokrat mendesaknya untuk bersuara lantang mengkritik Trump. Dalam pidato acara pemakaman Senator dari Partai Republik John McCain pekan lalu, Obama mengkritik Trump, namun secara implisit tanpa menyebut nama.

Pidato di Universitas lllinois ini mengakhiri periode "diam" Obama terhadap Trump. IIIinois sendiri adalah negara tempat Obama memulai karier politiknya hingga berhasil menjadi presiden kulit hitam pertama AS. Dalam pidatonya ini, Obama secara gamblang menyebut nama Trump. Tidak hanya itu, Obama juga mengkritik keras Republik, partai pengusung Trump.

"Politik perpecahan dan kebencian serta paranoia telah menemukan rumahnya di Partai Republik," tegas obama, sebagaimana dilansir Reuters pada Minggu (9/9/2018).

Namun kritik Obama itu tidak mendapatkan apresiasi dari Republik. Dalam pemilu sela nanti, Partai Demokrat membutuhkan 23 kursi di Dewan Perwakilan dan 2 kursi di Senat untuk mendapatkan mayoritas di Kongres.

Jika Partai Demokrat bisa menguasai Kongres, maka kesempatan itu bukan hanya bisa digunakan untuk menghalangi kebijakan Trump. Tapi juga untuk mengagendakan proses penyelidikan pelanggaran administrasi terhadap Trump. Ini bahkan bisa menjadi "jalan" bagi Demokrat untuk melakukan impeachment terhadap Trump. Seperti di ketahui, Trump tersandung sejumlah masalah. Diantaranya tuduhan intervensi Rusia atas kemenangan pada Pilpres 2016. Hasil pemilu sela pada November 2018 nanti akan sangat menentukan masa depan pemerintahan Trump.[]


Sumber  : Akurat.co

Editor     : Wahyudi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar